Menu

Mode Gelap
Petani Diprank Cuaca, Penyuluh Harus Proaktif Pemimpin Baru: Asa Wujudkan Desa Cerdas dan Sehat Pemkab Kolaka Berkomitmen Wujudkan Kabupaten Sehat Pemkab Kolaka Laksanakan Aksi 4 Konvergensi Stunting Bachrun Labuta-Asrafil Melaju di Pilkada Muna Beramal Teratas

Colomnis

Petani Diprank Cuaca, Penyuluh Harus Proaktif

badge-check


 Petani Diprank Cuaca, Penyuluh Harus Proaktif Perbesar

Perubahan iklim seringkali tak lagi stabil. Kadang hujan mengguyur di musim kemarau. Kekeringan pun sering muncul di musim penghujan. Siklus iklim tak tertib lagi. Muncullah istilah badai El Nino jika kekeringan datang menyerang. Sebaliknya, badai La Nina tertuduh sebagai penyebab hujan deras hingga menyebabkan banjir.

Kondisi iklim yang tidak menentu akan mempengaruhi berbagai sektor. Khususnya di bidang pertanian. Bukan cuma pemilih biasa diprank oleh “serangan fajar”, namun petani pun kadang sering diprank oleh cuaca. Dampaknya sangat besar. Produksi pertanian bisa anjlok. Terkadang disaat tanaman butuh asupan air, malah cuaca lebih sering terang benderang. Sebaliknya, disaat tanaman butuh penyiangan, malah hujan deras dan banjir melanda. Puso mendera petani. Situasi ini menggambarkan betapa rentannya kehidupan petani yang bergantung pada kestabilan iklim.

Wilayah yang saat ini sedang mengalami musim kemarau mencakup Aceh, sebagian wilayah Sumatra Utara, Riau, Jambi, sebagian Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Barat, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Maluku, serta sebagian Papua Selatan.

Perubahan cuaca yang tak terduga menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan pertanian. Salah satu kasus nyata terlihat di wilayah sentra padi seperti Jawa dan Sulawesi. Pola tanam menjadi kacau. Para petani sering kali merasa bingung, kapan harus mulai menanam dan jenis tanaman apa yang paling cocok dengan kondisi cuaca yang berubah drastis. Mereka membutuhkan bimbingan, tetapi kerap kali tidak memiliki akses informasi yang memadai.

Di banyak daerah pedesaan, akses terhadap data cuaca atau informasi tentang praktik pertanian adaptif masih sangat terbatas. Banyak petani yang belum mengenal teknologi sederhana seperti penggunaan benih tahan kekeringan atau cara mengelola air secara efisien. Situasi ini semakin diperparah oleh minimnya dukungan dari sistem penyuluhan di beberapa wilayah. Padahal, peran penyuluh sangat krusial untuk memberikan panduan dan solusi berbasis pengetahuan kepada para petani yang menghadapi perubahan iklim.

Fenomena ini menyoroti pentingnya intervensi yang lebih intensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta, untuk memperkuat kapasitas petani dalam menghadapi tantangan cuaca yang tak menentu. Penyediaan informasi yang lebih mudah diakses, pelatihan intensif bagi petani, dan penguatan infrastruktur penyuluhan pertanian adalah beberapa langkah mendesak yang perlu diambil. Dengan kolaborasi yang solid dan dukungan yang memadai, petani tidak hanya dapat beradaptasi dengan perubahan iklim tetapi juga meningkatkan produktivitas dan ketahanan sektor pertanian secara keseluruhan.

Dalam kondisi seperti ini, penyuluh pertanian memainkan peran vital. Mereka adalah jembatan antara petani dan berbagai sumber pengetahuan, termasuk teknologi dan data cuaca. Penyuluh mampu memberikan panduan kepada petani tentang strategi pertanian yang lebih adaptif. Salah satunya adalah mengenalkan varietas tanaman yang tahan terhadap kekeringan atau genangan air, serta teknik tanam yang dapat meminimalkan risiko gagal panen. Menanam varietas padi toleran kekeringan dapat menjadi pendekatan yang paling koheren untuk memastikan ketahanan pangan di daerah-daerah ini. International Rice Research Institute (IRRI), bersama dengan kolaborator nasionalnya, telah mengembangkan varietas padi toleran kekeringan yang memiliki hasil tinggi bersama dengan kualitas gabah yang diinginkan. Salah satu galur yang dibiakkan secara konvensional, IR74371-70-1-1, telah dirilis dengan nama yang berbeda di berbagai negara: di India sebagai Sahbhagi Dhan, di Nepal sebagai Sukha Dhan 3, dan di Bangladesh sebagai BRRI Dhan 56.

Solusi yang dapat ditawarkan mencakup penerapan pertanian berbasis data. Teknologi digital seperti aplikasi peta cuaca dan prediksi iklim dapat diakses oleh penyuluh dan diteruskan kepada petani. Penyuluh dapat mengajarkan petani cara membaca data ini sehingga mereka dapat mengambil keputusan tanam dengan lebih percaya diri. Selain itu, penyuluh juga bisa membantu petani mengembangkan sistem pertanian cerdas, seperti irigasi tetes yang hemat air dan ramah lingkungan.

Konsep lain yang dapat diterapkan adalah penguatan peran kelompok tani. Penyuluh bisa mendorong petani untuk bekerja sama dalam kelompok untuk mengadopsi teknologi bersama dan berbagi pengalaman. Dengan kolaborasi semacam ini, petani memiliki lebih banyak kesempatan untuk belajar dan berinovasi. Penyuluh juga dapat menjadi fasilitator dalam menghubungkan petani dengan para peneliti atau lembaga terkait untuk mengembangkan solusi yang lebih spesifik dan efektif.

Namun, keberhasilan penyuluh dalam mendampingi petani sangat bergantung pada dukungan pemerintah dan masyarakat. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan dana dan pelatihan bagi para penyuluh agar mereka dapat terus mengembangkan kemampuan mereka sesuai dengan kebutuhan zaman. Di sisi lain, masyarakat perlu melihat profesi penyuluh sebagai elemen penting dalam sistem pangan nasional yang perlu didukung sepenuhnya.

Penyuluh tidak hanya membantu petani mengatasi persoalan teknis, tetapi juga memberikan motivasi emosional di saat-saat sulit. Keberadaan mereka memberikan harapan bagi petani untuk tetap bertahan di tengah ketidakpastian. Dengan panduan penyuluh, petani tidak hanya sekadar bertahan, tetapi juga memiliki peluang untuk berkembang.

Di tengah tantangan besar akibat perubahan iklim, penyuluh pertanian memegang peran strategis sebagai agen perubahan yang membantu petani menavigasi kondisi yang serba tidak pasti. Penyuluh menjadi jembatan antara pengetahuan teknis dan kebutuhan praktis di lapangan. Mereka tidak hanya memberikan informasi tentang strategi adaptasi seperti penggunaan varietas tahan kekeringan atau manajemen air yang lebih efisien, tetapi juga menjadi pendamping emosional bagi petani yang sering merasa terpuruk akibat kerugian bertubi-tubi. Dengan pendekatan yang tepat, penyuluh mampu membangun rasa percaya diri petani dan membantu mereka melihat peluang di tengah tantangan.

Kolaborasi yang baik antara penyuluh, petani, pemerintah, dan sektor swasta menjadi kunci untuk menciptakan sistem pertanian yang tangguh dan berkelanjutan. Pemerintah dapat mendukung dengan memperkuat kapasitas penyuluh melalui pelatihan intensif, menyediakan infrastruktur digital untuk mempermudah distribusi informasi, serta mendorong integrasi teknologi modern ke dalam praktik pertanian. Di sisi lain, sektor swasta dapat berperan dalam menyediakan akses kepada teknologi seperti aplikasi cuaca berbasis data atau alat pertanian berbasis internet of things (IoT) yang dapat memantau kondisi lahan secara real-time. Kombinasi dukungan ini akan mempermudah penyuluh dalam memberikan solusi konkret kepada petani.

Penyuluh juga dapat memainkan peran penting dalam memperkuat daya tahan komunitas tani melalui pengorganisasian kelompok tani dan menciptakan sistem berbagi pengetahuan di tingkat lokal. Dengan adanya kelompok tani yang solid, petani dapat berbagi pengalaman dan mendukung satu sama lain dalam mengatasi tantangan cuaca yang tidak menentu. Penyuluh dapat berperan sebagai fasilitator yang membantu petani mengakses sumber daya, seperti kredit usaha tani atau program asuransi pertanian, yang dapat memberikan perlindungan finansial ketika menghadapi risiko iklim ekstrem. Dengan kolaborasi yang erat antara semua pihak, pertanian Indonesia tidak hanya mampu bertahan tetapi juga berkembang menghadapi masa depan yang penuh tantangan.

Sulawesi Tenggara sudah memulai langkah ini. Termasuk mengolaborasi informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam strategi pertanian di Sultra. Alhasil, disaat badai Elnino melanda pada tahun 2024 ini, Sultra bisa meningkatkan produktivitas panennya. Hasil rilis BPS RI 2024, Sulawesi Tenggara berhasil menduduki peringkat keempat tertinggi secara nasional. Hingga September 2024, produksi beras mencapai 317,56 ribu ton. Meningkat sekira 42,25 ribu ton dibanding produksi beras tahun 2023. Produksi beras diproyeksi mencapai 552,87 ribu ton hingga Desember ini. Sementara tahun 2023, mencapai produksi 479,41 ribu ton.

Semoga penyuluh bisa lebih proaktif membina petani agar lebih cerdas dan bebas dari prank cuaca tak menentu. (iskandar.faperta@uho.ac.id.)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Pemimpin Baru: Asa Wujudkan Desa Cerdas dan Sehat

2 Desember 2024 - 21:02 WITA

Pilkada Sultra 2024: Mencari Green Leadership

25 November 2024 - 21:12 WITA

Kesejahteraan Rakyat di Ujung Janji Paslon: Harapan atau Ilusi?

4 November 2024 - 22:54 WITA

Promosi Kesehatan Masa Remaja, Investasi Masa Depan Bangsa

29 Oktober 2024 - 01:57 WITA

Asa Kehidupan, Selamat Datang Oktober

1 Oktober 2024 - 02:29 WITA

Trending di Colomnis