WARTASUAR.COM, KOLAKA – PT Antam bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka, Universitas Halu Oleo dan BRIN, melaksanakan Panen Raya Budidaya Teripang Tahap 1 dan Launching Program Prioritas Tambea Tahap II, Jumat (19/9).
Direktur Utama PT. ANTAM Achmad Ardianto mengatakan, sebanyak 1.300 ekor teripang hasil budidaya masyarakat yang dikelola oleh 16 kepala keluarga di atas lahan seluas 9 hektare ini menjadi langkah awal dalam upaya menciptakan sumber ekonomi baru berbasis potensi lokal.
“Saat ini kita melaksanakan panen perdana, menurut informasi sekitar 1300 ekor teripang dikelola oleh 16 kepala keluarga di lahan yang luasnya kurang lebih 9 hektar. Nah tahap ini diharapkan akan menjadi kekuatan bagi masyarakat,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan informasi dari kepala LPPM UHO, hasil produksi teripang ini jika dikalkulasi, nilainya sekitar dua setengah miliar, itupun baru panen parsial.
“Kalau ini terus dilakukan, maka kita bisa bayangkan pendapatan yang didapat oleh para pembudidaya, sehingga diharapkan para pembudidaya ini akan semakin banyak,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, ada beberapa tantangan yakni keraguan dari masyarakat dalam proses penjualannya. Untuk itu, diharapkan semua pihak bisa bersama sama dan saling membantu.
“Budidaya ini kita bisa bayangkan bahwa, apabila ini dilakukan oleh para pembudidaya secara bersama-sama, kemudian proses penjualannya juga dibantu, sehingga tidak ada keraguan,” paparnya.
Ia menjelaskan, keraguan masyarakat saat ini hilang. Hal itu terbukti, berkat kerjasama dengan UHO dan Pemkab ternyata masyarakat di desa Tambea bisa membudidayakan teripang mulai dari dia lahir, sampai siap untuk dibudidayakan dalam waktu dua bulan kemudian ditemukan dalam waktu enam bulan, kemudian bisa disiapkan panen.
“Tetapi kecepatan teripang menghasilkan anak itu, rupanya tidak secepat membudidayakannya. Oleh karena itu tantangan kita berikutnya adalah bagaimana agar benih ini bisa semakin banyak,” jelasnya.
Ia menjelaskan, langkah berikutnya adalah bagaimana Pemda dan Antam bisa mendukung adanya demplot usaha pembenihan, agar para pembudidaya tidak kekurangan benih untuk dibesarkan.
“Itu tantangan pertama yang paling mendekati. Oleh karena ini sudah disampaikan terima kasih kepada pihak kampus karena sudah menyiapkan fasilitasnya, tinggal bagaimana Antam terlibat untuk bisa memastikan bahwa pembenihan ini berhasil karena tidak mudah, karena harus ada ahlinya. Tetapi kita tetap harus mempunyai komitmen untuk memastikan bahwa benih yang dihasilkan akan mencukupi kebutuhan para pembudidaya teripang di masa depan,” ungkapnya.
Tantangan kedua tentunya pemberian nilai tambah, jangan sampai teripang sudah dihasilkan tidak ada yang beli atau tidak ada yang menampung atau walaupun menampung harganya jatuh.
“Itu tentu akan menjadi sumber hilangnya semangat para pembudidaya. akhirnya tantangan berikutnya yang harus kita cari jawabannya bersama-sama, Bagaimana kita bisa memastikan proses mulai dari pengeringan, pengepakan, sampai ke penjualan itu bisa dilaksanakan dengan lancar tidak ada hambatan dan banyak peminatnya. bahkan saya dengar ini sudah mulai dia ekspor kalau ini pasarnya ekspor. tentu saja kita harus mempunyai ekosistem penjualan yang lebih baik lagi ini juga tantangan yang harus kita hadapi bersama ,” jelasnya.
Ia menegaskan, Antam akan terus bersama-sama mencari solusi agar budidaya teripang ini menjadi satu andalan, serta menjadi sumber kesejahteraan bagi para pembudidaya yang mau bekerja keras untuk menggemukan teripang dan memprosesnya kemudian menjualnya.
Sementara itu, Asisten II Pemkab Kolaka dalam sambutannya memberikan apresiasi tinggi kepada PT Antam atas kontribusi nyata di berbagai bidang, termasuk pembangunan rumah sakit tipe B satu-satunya di Sulawesi Tenggara yang berdiri di Kolaka. “Yang besar saja bisa dibantu, apalagi program-program kecil pemberdayaan seperti ini,” ujarnya.
Ia menegaskan, sinergi antara pemerintah daerah dan Antam telah banyak membantu menyelesaikan persoalan strategis. Termasuk dalam program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), yang kini diarahkan langsung untuk menyentuh kebutuhan warga, bukan sekadar pembangunan infrastruktur kecil.
“Kolaborasi juga merambah sektor lingkungan melalui pembangunan TPS 3R. Fasilitas ini akan mengolah sampah agar lebih ramah lingkungan dan bernilai tambah,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala LPPM Universitas Halu Oleo (UHO) turut menegaskan, budidaya teripang dipilih sebagai program prioritas karena memiliki tiga indikator utama: manfaat sosial, manfaat ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.
Dari hasil pendampingan, tingkat keberhasilan budidaya teripang mencapai 93 persen dengan bobot rata-rata 700 gram per ekor. Total potensi panen saat ini bisa mencapai 21 ribu ekor atau sekitar 1 ton teripang kering, dengan nilai ekonomi diperkirakan Rp2,5 miliar.
“Selain itu, budidaya ini juga menjadi ikon lingkungan, karena dilakukan dengan konsep restocking di kawasan alami pesisir Tambea. Ini bukti bahwa selain tambang, ada kegiatan yang mendukung ekologi sekaligus ekonomi masyarakat,” jelasnya. (Hrn)